Senin, 20 Juli 2009

PENGARUH PEMBANGUNAN PENANGKARAN BURUNG MALEO

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sulawesi merupakan pulau dengan kekayaan spesies endemik yang tinggi. Jumlah spesies endemik yang berada di pulau ini kedua terbesar di Indonesia setelah Irian Jaya. Tolitoli merupakan salah satu dari tempat penangkaran burung maleo yang terletak di suatu pulau yang bernama pulau matop atau tanjung matop. Pulau ini terletak di daerah desa pinjan, kecamatan baoulan, kabupaten tolitoli, provinsi Sulawesi tengah, Secara geografis kawasan ini terLetak antara 1° 19' sampai 1° 22' LU dan 121° 5,5' sampai 121° 8' BT.
Burung maleo (Macrocephalon maleo) merupakan salah satu burung endemik yang ada di Sulawesi. Tidak ada data yang pasti mengenai jumlah populasi burung maleo saat ini. Populasi burung ini diduga mengalami penurunan akibat degradasi habitat dan perburuan telur oleh manusia.
Suaka Margasatwa Pinjan-Tanjung Matop (SMPTM) merupakan salah satu kawasan yang telah ditetapkan pemerintah untuk melindungi burung maleo. Kawasan ini terletak di Kabupaten Toli-toli dan merupakan satu dari delapan kawasan konservasi yang menjadi prioritas utama perlindungan burung maleo di Sulawesi Tengah (Butchart & Baker, 1998).
Di sebelah utara kawasan SMPTM terdapat hamparan pasir pantai tempat burung Maleo bertelur. Pantai tersebut mempunyai panjang sekitar 2 km dengan lebar berkisar antara 10-25 m dan terbagi menjadi dua bagian yaitu Tanjung Matop dan Tanjung Tangkudan. Panjang masing-masing pantai kurang lebih 1 km.
Sejak tahun 1989 di SMPTM telah dibangun kandang penetasan. Pembangunan kandang ini tidak dimaksudkan untuk menangkarkan maleo, tetapi lebih kepada upaya perlindungan telur maleo baik dari predator maupun dari kondisi fisik lapangan tempat bertelurnya yang sempit, sehingga mudah terendah air. Dengan pembangunan kandang tersebut diharapkan banyak anak maleo yang bisa diselamatkan. Permasalahan yang dihadapi di kandang penetasan ini adalah daya tetasnya yang rendah.
Daya tetas sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban tanah serta kedalaman dari sarang, oleh karena itu upaya untuk mengetahui suhu dan kelembaban serta kedalaman sarang di habitat asli maleo sangat diperlukan sebagai patokan dalam mengelola penetasan di kandang penetasan.
Di pulau matop ini sengaja dibuat tempat penangkaran burung maleo karena tempat ini sangat strategis untuk kelangsungan tempat hidup burung maleo. Tempat ini juga jauh dari tempat pengukiman penduduk sehingga sangat jauh dari dari pemburuan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Namun kenyataannya sekarang tempat ini digunakan oleh penduduk sebagai tempat untuk menghasilkan penghasilannya setiap hari, jadi banyak penduduk yang berbondong-bondong datang ketempat ini guna unutuk mencari penghasilannya.
Luas area dari pulau ini ± 30.765,7 Ha, namun yang digunakan untuk penangkaran burung maleo sekitar 1.612,5 Ha sisanya digunakan penduduk untuk membangun perumahan dan tempat pertanian. Sehingga sekarang banyak penduduk yang bermukim di tempat ini, banyak penduduk yang berdatangan mulai dari penduduk daerah sekitar Jawa, Kalimantan, Makassar dan penduduk asli dari Tolitoli itu sendiri yang mengakibatkan terjadinya pencampuran adat istiadat di daerah ini, tapi yang mendominasikan penduduk di daerah ini adalah suku Bugis.
Pada waktu dulu tempat ini hanyalah sebuah pulau yang tak dikenal oleh masyarakat luar pada umumnya, namun setelah dikeluarkan surat keputusan dari menteri pertanian No.: 445/Kpts/UM/5/1981, tanggal 21 Mei 1981 ditetapkan sebagai kawasan suaka margasatwa yang disahkan oleh presiden Soeharto. Sehingga membuat pulau matop ini menjadi dikenal oleh masyarakat lainnya, pulau ini juga di gunakan oleh masyarakat setempat sebagai tempat pariwisata karena alam dan Susana pantai yang begitu indah.
Dulu guna dari pulau ini hanya untuk sebagai tempat penangkaran burung maleo, tapi lama kelamaan tempat ini juga digunakan untuk tempat perlindungan beberapa jenis penyu seperti Penyu hijau (Chelonia mydas), Penyu sisik (Eretmochelys imbriCata), dan Penyu belimbing. Sehingga pemerintah mengambil keputusan untuk menjadikan tempat ini sebagai tempat perlindungan berbagai hewan khas Sulawesi.

Di pulau ini terdapat berbagai macam flora dan fauna antara lain :
 Flora
Keadaan flora di SM. Pinjan/Tanjung Matop terdiri dari:
1. Hutan pantai, Terdapat jenis-jenis pohon Ketapang (Terminalia catappa), Pandan (Pandanus tectorius dan Pandanus littoralis), Kangkung darat (Ipomoea sp.) dan merupakan lokasi bertelur burung Maleo.
2. Hutan hujan pegunungan, Terdiri dari jenis-jenis yang mendominasi kawasan hutan di SM. Pinjan/Tg. Matop antara lain: Kayu hitam (Diospyros sp.), Palapi (Heritiera sp.), Uru (Elmerillia sp.), Dama-dama (Canarium.sp.), Damar (Agathis sp.), Jambu-jambuan (Eugenia sp.), Palem kambuno (Palmaceae), kayu pasokan (Shorea sp.) tumbuh dekat pantai pada tebing-tebing tinggi.
 Fauna
Sedikitnya terdapat beberapa spesies satwa endemik sepert: Anoa (Bubalus sp.), Babirusa (Babyroussa babirusa), Monyet hitam (Macaca sp.), Kus-kus (Phalanger sp.), Musang abu-abu, Biawak (Veranus salvator), satwa lain didaerah pantai terdapat Kura-kura Penyu sisik (Celonle midas), Penyu hijau, Penyu belimbing (Dermochelys corlaceae), Sedangkan satwa burung yang dijumpai yaitu Elang laut coklat, Elang hitam, Rangkong Sulawesi (Aceros cassidix), Kum-kum besar (Ducula sp.), Tekukur (Streopella sp.), Pitta Sulawesi (Pitta celebensis) serta burung Maleo (Macrocepholon maleo) juga burung-burung air dirawa-rawa air asin Bangau putih (Egretta sp.), Pecuk padi dan Pecuk ular (Anhinga molanogaster) dan Srigunting 2 raket (Dicrurus sp).
Pulau ini memang digunakan sebagai tempat penangkaran burung maleo yang hampir punah, namun kenyataannya tempat ini dari tahun ketahun burung maleo yang ada di pulau ini semakin berkurang karena banyaknya masyarakat yang belum sadar akan pentingnya pelestarian ini dan penjagaan atau keamanan belum terlalu ketat atau belum terlalu banyak petugas keamanan yang bertugas di daerah ini sehingga mengakibatkan banyak masyarakat yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan kesempatan ini guna mengambil telur-telur burung maleo yang ingin ditetaskan.
Telur dari burung maleo sangatlah besar sekitar 8 kali besarnya telur ayam, serta nilai ekonomis dari telur burung maleo kalau dijual di pasaran seharga Rp. 10.000,00, ini yang mengakibatkan banyak masyarakat yang tidak bertanggung jawab untuk menjual telur burung maleo dengan cara mencurinya sehingga mereka tapat menjualannya kepasaran dengan harga yang mahal, telur maleo juga sangat enak dan lezat dikonsumsi serta telur ini juga banyak manfaatnya antara lain dapat mengobati penyakit, dapat meningkatkan kejantanan pria dan lain sebagainya.
Berdasarkan analisis diatas sehingga penulis mencoba mengkaji lebih jauh tentang dampak di adakan atau dibangunnya tempat penangkaran burung maleo yang merupakan salah satu tempat dari beberapa banyak tempat pengkaran burung maleo yang ada di Sulawesi.

B. Rumusan masalah
Adapun masalah yang penulis hadapi yaitu
1. Bagaimana dampak dari diadakannya atau dibangunnya tempat penangkaran burung maleo
2. Apa pengaruhnya bagi masyarakat dengan diadakannya tempat pengkaran burung maleo
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dampak dari diadakannya atau dibangunnya tempat penangkaran burung maleo
2. Untuk mengetahui pengaruhnya bagi masyarakat dengan diadakannya tempat pengkaran burung maleo
D. Metologi
Dalam penuisan hasil observasi ini, penulis menggunakan beberapa metode, yaitu :
1. Observasi langsung
Observasi ini dilakukan dengan wawancara dengan teman saya yang berada di daerah pinjan yang bernama Andi Asril.
Observasi ini dilakukan pada bulan Mei dan bulan Juni, yang berada di daerah pinjan atau pulau matop

2. Pustaka
Penulis mengamil informasi dari beberapa buku-buku tentang pelestarian hewan dan tentang burung maleo itu sendiri
3. Browsing internet
Dengan cara engambil informasi diinternet















BAB 2
HASIL PENGAMATAN

1. Hasil pengamatan
Perhatikanlah table berikut ini
Telur Jumlah telur burung maleo pada tahun 2005-2007 Jumlah telur burung maleo pada tahin 2008 sampai sekarang
Telur burung maleo ± 1.234 pertahun ± 765 pertahun

2. Hasil wawancara
Berdasarkan wawancara yang dilakkan oleh teman saya di dapatkan beberapa hal diantaranya :
Upaya pemerintah dalam pengatasi tidak terjadinya pembruan burung maleo sehingga burung maleo bisa tumbuh dengan pesat












BAB 3
PEMBAHASAN

A. Permasalahan yang terjadi di tanjung matop
Seperti yang telah dijelaskan pada bab yang sebelumnya bahwa tanjung matop merupakan salah satu tempat penangkaran burung maleo yang ada di Sulawesi, tempat ini juga merupakan salah satu tempat pariwisata yang sering dikuncungi oleh beberapa masyarakat yang berada di luar daerah pinjan.
Banyak para peneliti datang ketempat ini guna meneliti diantaranya
1. Penelitian dibidang Biologi seperti penelitian burung maleo
2. Penelitian dibidang ekologi
3. Penelitian dibidang geologi
4. Penelitian dibidang social budaya
Bukan Cuma para peneliti yang datang ketempat ini, banyak para siswa dan mahasiswa datang ketempat ini guna untuk melihat burung maleo yang hamper punah sekaligus mensosialisasi bagamana cara melestarikan burung maleo tersebut.
Banyak masalah yang terjadi di daerah ini seperti
a. Penurunan jumlah burung maleo
Dari tahun ketahun, dari data yang penulis temukan bahwa jumlah burung maleo ini semakin berkurang ini disebabkan oleh ada sebagian masyarakat yang kurang sadar dengan pentingnya kelestarian sehingga mengambil tanpa pemberitahuan dari petugas setempat atau mencuri telur tersebut guna dijual atau dikonsumsi, karena dilihat dari nilai ekonomisnya harga dari telur burung maleo sekitar Rp. 10.000,00.
Namun ada juga yang menyebabkan dari penurunan jumlah burung maleo tiap tahunnya yaitu karakteristik fisik sarang burung maleo tidak mendukung, baik itu kedalaman lubangnya maupun suhunya.
 Kedalaman lubang sarang burung maleo
Kedalaman lubang pengeraman di lokasi penelitian berkisar antara 40-100cm dengan rata-rata 65,45 cm (± 10,25 cm). Dengan demikian kedalaman masih berada pada kisaran normal, karena diketahui bahwa kedalaman letak telur burung Maleo bervariasi antara 10-15 cm dan 80-100 cm, tetapi kebanyakan pada kedalaman 30-50 cm (Jones, et.al., 1995).
Telah diketahui bahwa ukuran dan kedalaman sarang tergantung pada tinggi kedalaman air (Water Table), jarak dari sumber panas, suhu tanah, struktur tanah, kondisi cuaca beberapa hari sebelumnya, frekuensi penggunaan dan umur sarang (Jones et.al., 1995). Terlihat bahwa pada waktu penelitian dilakukan kedalaman letak telur relatif lebih dalam dibandingkan kedalaman pada umumnya. Hal ini disebabkan pengukuran dilakukan saat musim hujan belum berakhir. Kondisi ini terjadi karena Maleo meletakkan telurnya lebih dalam ketika suhu tanah turun setelah hujan lebat dan lebih dangkal setelah masa kekeringan (Dekker, 1988). Setelah turun hujan tanah menjadi basah dan mempunyai suhu yang rendah, oleh karena itu Maleo akan menggali lubang lebih dalam untuk menemukan suhu yang cocok bagi penetasan.
Kedalaman letak telur berkaitan juga dengan fluktuasi suhu tanah. Suhu sarang di pantai sangat berbeda antara siang dan malam. Menurut Gunawan (2000) pada siang hari, semakin dalam lubang semakin rendah suhunya,
sedangkan pada malam hari sebaliknya. Namun pada kedalaman 60 cm atau lebih
perbedaan suhu ini relatif kecil, baik siang maupun malam. Berdasarkan fakta
tersebut, diduga induk maleo meletakan telurnya pada kedalaman 50 cm atau
lebih bertujuan mendapatkan suhu yang relatif stabil. Dengan demikian letak 4
telur pada kedalaman rata-rata 65.45 cm dilokasi penelitian diperkirakan akan
memberi keuntungan berupa terjaganya suhu pada kisaran normalnya yaitu antara
32-390C.
 Suhu sarang burung maleo
Dari hasil pengukuran, suhu tanah pada lubang pengeraman di lokasi penelitian berkisar antara 31-330C dengan rata-rata 32,220C (±0,870C) suhu ini masih berada dalam kisaran normal penetasan telur Maleo. Suhu tanah untuk menetaskan telur Maleo berkisar antara 32-390C (Jones, et.al., 1995).
Pengukuran menunjukkan bahwa suhu tanah di lokasi penelitian berada pada nilai terendah dari kisaran normal penetasan Maleo. Kondisi ini disebabkan pengukuran dilakukan pada waktu musim hujan yang masih belum berakhir, sehingga tanah di lokasi cenderung basah. Radiasi matahari yang sampai ketanah sebagian akan diserap dan sisanya akan dipantulkan. Energi yang diserap akan diubah menjadi panas dan dihilangkan dengan 3 cara, yaitu sebagian lewat penguapan air, sebagian digunakan untuk memanaskan tanah dan udara, dan sebagian lagi akan diradiasi ulang. Untuk tanah yang basah, kira-kira setengah
dari energi yang diserap akan digunakan untuk menguapkan air, akibatnya suhu
tanah akan lebih dingin jika dibandingkan dengan tanah yang tidak basah (Russel,
1961).
Rendahnya suhu tanah sarang pengeraman ini berkaitan juga dengan kedalaman sarang semakin jauh kedalaman tanah, maka suhu akan semakin rendah. Hal ini disebabkan berkurangnya konduksi panas dari permukaan tanah (Russel, 1961). Maleo yang berada di SMPTN meletakkan telurnya lebih dalam, yaitu pada kedalaman rata-rata 65,45 cm, dibandingkan dengan penelitian lain yang berkisar antara 30-50 cm. Lebih dalamnya peletakan telur yang terdapat di lokasi ini menguntungkan dalam mempertahankan suhu normal bagi penetasan telur Maleo, karena letak telur yang berada pada kedalaman lebih dari 50 cm akan mempunyai suhu yang lebih konstan baik siang maupun malam (Gunawan, 2000). Jika rendahnya suhu tanah ini terus berlangsung bukan disebabkan oleh musim, maka dapat diduga bahwa pengeraman di lokasi penelitian relatif lebih 5 lama. Semakin tinggi suhu, maka masa pengeraman akan semakin cepat (Dekker,1988)
b. Banyaknya hutan yang terdegradasi
Banyaknya hutan yang di rusak oleh masyarakat guna untuk memuaskan diri mereka, hutan mereka rusak guna untuk memperluas daerah ini darah pertanian dan daerah pemukiaman, karena di daerah ini dari tahun ketahun jumlah penduduknya semakin manambah soalnya banyak penduduk atau masyarakat dari luar daerah ini datang untuk mencari nafkah dan pengasilan tetap. Sehingga banyak hutan yang dirusak guna untuk membuat pemukiman baru.
Sekarang daerah atau kawasan ini hutannya tidak seperti dulu lagi yang begitu indah dipandang, sejuk dan menawan. Namun kawasan ini tidak seperti itu lagi, yang ada pegunungan yang ada di daerah pulau matop ini kebanyakan pepohonan hasil pertanian seperti cengkeh dan cocoa.
Sekarang ini hutan diganti oleh beberapa pepohonan pertanian untuk melindungi keindahan dari pulau matop ini, namun masih ada yang memiliki kawasan hutan yang sangat indah yaitu dikawasan tempat penangkaran burung maleo atau tempat pelestarian beberapa hewan lainnya.
c. Banyaknya fauna yang hilang
Fauna di tanjung matop atau pulau matop sering hilang dikarenakan banyak parah penduduk atau masyarakat yang mengambil sembunyi-sembunyi fauna yang ada di kawasan ini dengan cara mencurinya untuk dijual demi memenuhi kebutuhan hidunya, banyak fauna yang sudah terjual oleh para pencuri namun pemerintah sekarang belum bisa mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah belum bisa menambah karyawan guna untuk keamanan di kawasan ini dikarenakan banyak karyawan yang tidak mau dengan alasan tempatnya yang sangat terpencil.
d. Kerusakan hutan mangrove
Hutan-hutan yang berada di dekat pantai sudah mulai musnah karena penduduk di sekitar mempergunakan hutan tersebut sebagai kayu api atau kayu dari hutan tersebut dijual dengan harga yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, sekarang hutan ini tidak berfungsi lagi sebagai tempat pemanahan ombak yang besar datang, tapi hanya digunakan untuk kebutuhan manusiawinya sendiri.
e. Kerusakan habitat laut
Banyak habitat laut yang rusak karena orang-orang yang tidak bertanggung jawab dengan cara membomnya dan mengambil ikan-ikan yang ada di dalamnya sehingga hutan-hutan yang ada dilaut menjadi rusak.
Sekarang ini laut-laut yang ada disekitar pulau matop tidak seindah dulu, ini disebabkan karena orang-orang yang sangat rakus dan serakah yang hanya mementingkan kebutuhan hidupnya sendiri dengan melakukan cara yang tidak halal.



B. Dampak akibat diadakannya tempat penangkaran burung maleo

Diadakannya tempat penangkaran burung maleo akan menimbulkan berbagai masalah bagi masyarakat daerah pinjan atau ppulau matop secara umum, terutama. Berikut saya sampaikan beberapa analisis yang akan terjadi:
a. Dampak sosial
 Menjadikan masyarakat bergotong royong
Masyarakat disni pada umumnya sebelum diadakan pembangunan penangkaran burung maleo belum ada yang mempunyai rasa bergotong royong, masyarakat disni hanya mempunyai rasa individualism yang sangat tinggi sehingga mereka tidak mau peduli dengan apa yang tetangganya lakukan, namun setelah di bangunnya tempat penangkaran burung maleo maka rasa kegorong royogan itu sudah mulai ada, sebab banyak masyarakat yang berada di daerah-daerah lain berdatangan dan membawah adat istiadat mereka sendiri, sehingga menimbulkan rasa kegotong royongan mereka.
 Makin bertambahnya rasa kebersamaan
Masyarakat disini walaupun mereka memiliki berbagai macam suku yang ada tapi untuk mengetahui rasa kebersamaannya mereka sangatlah tinggi, seperti kalau diadakan kerja bakti atau membersihkan desa mereka di daerah maka dalam satu desa itu melakukan pembersihan desa tanpa ada rasa cemburu sedikitpun anatara satu dengan yang lainnya.
 Pendidikan masih sangat kurang
Pendidikan untuk di daerah ini masih sangat minim sekali sebab masyarakat disni hanya mementingkan anaknya itu untuk bisa mendapatkan uang demi kebutuhan sehari-hari, karena fasilitas sekolah disini hanya sampai SD saja dan untuk melanjutkan kependidikan yang lebih tinggi lagi masyarakat sangat berpikir untuk mengeluarkan uangnya demi pendidikan.
b. Dampak ekonomi
 Meningkatnya pendapatan daerah
Seperti yang sudah atau telah disampaikan oleh penulis tadi diatas bahwa pulau matop merupakan tempat di adakannya pelestarian burung maleo sekaligus merupakan tempat pariwisata buat para pengunjung yang mau datang ketempat ini, namun pengunjung yang mau datang ketempat ini tidak gratis hanya bayar Rp. 5.000,00 sekali masuk dalam penangkaran burung maleo, sehingga dapat memperbayak pendapat atau menambah pemasukan daerah.

 Meningkatnya pendapatan masyarakat
Di dalam pulau ini bukan cuma pemerintah saja yang bertambah pendapatan setiap tahunnya, masyarakat disni juga yang mengambil kesempatan untuk memperoleh penghasilan dari diadakannya tempat pengkaran burung maleo, seperti banyak masyarakt disini berjualan di pinggiran pantai, sebagai penerima jasa guna untuk membantu menyeberangi lautan para pengunjung dan sebagainya.
c. Dampak ekologi
 Banyaknya hutan yang rusak
Banyaknya hutan yang di rusak oleh masyarakat guna untuk memuaskan diri mereka, hutan mereka rusak guna untuk memperluas daerah ini darah pertanian dan daerah pemukiaman, karena di daerah ini dari tahun ketahun jumlah penduduknya semakin manambah soalnya banyak penduduk atau masyarakat dari luar daerah ini datang untuk mencari nafkah dan pengasilan tetap. Sehingga banyak hutan yang dirusak guna untuk membuat pemukiman baru.
Sekarang daerah atau kawasan ini hutannya tidak seperti dulu lagi yang begitu indah dipandang, sejuk dan menawan. Namun kawasan ini tidak seperti itu lagi, yang ada pegunungan yang ada di daerah pulau matop ini kebanyakan pepohonan hasil pertanian seperti cengkeh dan cocoa.
Sekarang ini hutan diganti oleh beberapa pepohonan pertanian untuk melindungi keindahan dari pulau matop ini, namun masih ada yang memiliki kawasan hutan yang sangat indah yaitu dikawasan tempat penangkaran burung maleo atau tempat pelestarian beberapa hewan lainnya


 Rusaknya habitat laut
Banyak habitat laut yang rusak karena orang-orang yang tidak bertanggung jawab dengan cara membomnya dan mengambil ikan-ikan yang ada di dalamnya sehingga hutan-hutan yang ada dilaut menjadi rusak.
Sekarang ini laut-laut yang ada disekitar pulau matop tidak seindah dulu, ini disebabkan karena orang-orang yang sangat rakus dan serakah yang hanya mementingkan kebutuhan hidupnya sendiri dengan melakukan cara yang tidak halal.
 Sampah-sampah penduduk yang makin lama makin membesar
Sampah yang berada disini atau yang berada pada pulau ini belum memiliki tempat yang layak, sehinnga mengakibatkan masyarakat disini hanya membuat sampah disuatu tempat yang mengakibatkan sampah tersebut menjadi menumpuk, namun masyarakat disni juga sudah berusaha agar sampah tersebut tidak terjadi penumbukan dengan cara membakarnya, tapi peranan pemerintah disini belum ada yang membantu mengatasi penumpukan sampah tersebut.














BAB 4
PENUTUP

A. Saran
Pemerintah kabupaten Tolitoli sudah sangat berusaha dalam mengembangkan tempat penangkaran burung maleo namun masih ada yang masih di ingin cepat-cepat ditindak lanjuti. Penullis sangat menginginkan pemerintah kabupaten Tolitoli ingin diantaranya :
 Menambah penjagaan atau keamanan yang ketat untuk tempat penangkaran burung maleo agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan seperti pencurian telur burung maleo, fauna yang sering hilang dan lain sebagainya
 Memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar masyarakat itu tau pentingnya pelestarian itu
 Membantu masyarakat untuk mengatasi terjadinya penumpukan sampah yang ada di pulau matop
 Meningkatakan pengawasan di daerah-daerah hutan agar hutan di pulau ini tidak menjadi rusak oleh masyarakar yang serakah yang tidak bertanggung jawab
 Meningkatkan pengawasan di daerah laut agar terpeliharanya kelestarian laut yang ada di sekitar pulau matop atau tanjung matop.
 Membangun sekolah-sekolah untuk masalah pendidikan didaerah ini






B. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan penulis dapat menyimpulkan bahwa:
 Tempat diadakannya penangkaran burung maleo sangatlah berdampak, baik itu berdampak positif maupun dampak negative, penulis lagi tidak menjelaskan lagi dampak-dampaknya karena penulis sudah menjelaskan pada bab sebelumnya
 Pengaruhnya bagi masyarakat karena diadakannya tempat ini antara lain meningkatnya kegotong royongan, meningkatkan rasa kebersamaan an lain sebagainya.















LAMPIRAN

Tidak ada komentar: